HIDUP DARI PENGHARAPAN
HIDUP DARI PENGHARAPAN
Harga reguler
Rp 88.000,00 IDR
Harga reguler
Harga obral
Rp 88.000,00 IDR
Harga satuan
/
per
Hidup Dari Pengharapan adalah sebuah kata pendek dan mungkin cukup akrab di telinga kita dan karena itu tidak lagi diberi perhatian khusus. kendati demikian, kata ini sangat dalam maknanya. bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan, tanpa pengharapan seseorang tidak mampu melanjutkan kehidupannya. Hal Lindsey pernah mengatakan, "manusia dapat hidup 40 hari tanpa makan, sekitar 3 hari tanpa air, sekitar 8 menit tanpa udara. namun hanya satu detik tanpa harapan."
apa " pengharapan " itu sebenarnya? kumpulan tulisan dalam buku ini muncul dalam rentang waktu antara tahun 2012-2015. penulis, yang menulisnya baik sebagai Ketua Umum maupun sebagai pendeta yang pernah (dan terus) belajar teologi, yakin bahwa tulisan-tulisan dalam buku ini merupakan refleksi dari pertanggungjawabannya atas tema itu.
terbagi dalam 25 tulisan, pemikiran penulis yang bernafas dan tajam menjelajah berbagai tema yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini titik dengan sengaja ia menempatkan di awal tulisan-tulisannya, tapi berjudul "peta konteks berteologi di Indonesia" untuk menakar dan sekaligus memahami di manakah sesungguhnya kita berada sekarang dalam kerendahan berteologi di negara kita. tercermin kah kesadaran sosial dan lingkungan di dalam kegiatan-kegiatan teologi kita itu, atau malah kita cenderung menarik diri kembali ke dalam ghetto dan /atau bahkan membenarkan (menjustifikasi) sikap-sikap kita yang komsumeritas dan cinta uang ?
apa " pengharapan " itu sebenarnya? kumpulan tulisan dalam buku ini muncul dalam rentang waktu antara tahun 2012-2015. penulis, yang menulisnya baik sebagai Ketua Umum maupun sebagai pendeta yang pernah (dan terus) belajar teologi, yakin bahwa tulisan-tulisan dalam buku ini merupakan refleksi dari pertanggungjawabannya atas tema itu.
terbagi dalam 25 tulisan, pemikiran penulis yang bernafas dan tajam menjelajah berbagai tema yang muncul dalam beberapa tahun belakangan ini titik dengan sengaja ia menempatkan di awal tulisan-tulisannya, tapi berjudul "peta konteks berteologi di Indonesia" untuk menakar dan sekaligus memahami di manakah sesungguhnya kita berada sekarang dalam kerendahan berteologi di negara kita. tercermin kah kesadaran sosial dan lingkungan di dalam kegiatan-kegiatan teologi kita itu, atau malah kita cenderung menarik diri kembali ke dalam ghetto dan /atau bahkan membenarkan (menjustifikasi) sikap-sikap kita yang komsumeritas dan cinta uang ?